Langsung ke konten utama

Jendela Kebohongan


Chapter 1 : Diriku dan Dirinya

            Memutar kunci kecilku di pintu kamar kosku, mendengarkan kunci itu membuat sebuah bunyi klik memberitahukan bahwa pintunya sudah dapat dibuka. Diriku membuka pintu tersebut, terlihat sebuah kamar kecil yang berukuran sekitar tiga kali tiga meter, dengan sebuah kasur kecil, meja belajar yang terlihat begitu berantakan, dan lemari untuk pakaianku. Diriku mulai meletakkan tas yang kupakai ke atas kursi dan langsung menjatuhkan diri ke atas kasur. Menutup mata sebentar sambil mengistirahatkan tubuh. Tiga puluh detik berlalu, aku mengambil handphoneku dari kantong celanaku, membukanya, terlihat tulisan yang menunjukan bahwa sudah jam lima sore, dan baterai hapeku menunjukkan angka yang tidak baik.
            12 persen pikirku, dengan perasaan malas diriku mulai bangun dari kasur yang terasa begitu nyaman setelah seharian penuh kuliah, lalu mulai berjalan kearah meja belajarku. Terlihat begitu berantakan, terdapat sebuah laptop yang mati, dan penuh dengan kabel-kabel yang tak pernah kurapikan. Ku ambil charger handphoneku dan mulai memasukkan ujung kabel tersebut ke lubang charger handphoneku.
            Masih sambil berdiri diriku mulai membuka laptop. Melihat kearah kursi, diriku mengambil tas yang terdapat diatas kursi tersebut, melemparnya keatas kasur. Lalu mulai duduk diatas kursi tersebut. Laptopku menyuruhkan memasukkan password C-B-R pikirku sambil mengetiknya, lalu masuk.
            Menunggu semua startupnya selesai diriku sambil melihat kembali ke jam handphoneku, menunjukkan bahwa sudah jam lima lewat dua-puluh, sambil memutar diriku melalui kursi dan mendorongnya kearah lemari, diriku membuka pintu lemari sebelah kanan lalu mulai mengambil sebuah celana kain pendek, dan kaos biru polos, tentu saja tidak lupa dengan sebuah celana dalam.
            Setelah cukup lama, akhirnya diriku dapat mengumpulkan niat untuk mandi, Apa yang bisa kubicarakan hari ini, tak pernah ada hal menarik yang pernah terjadi ketika kuliah pikirku yang sambil membersihkan badanku, setelahselesai mandi, diriku kembali melihat handphoneku.
            20 persen, ini akan lama. Menjatuhkan kembali diriku keatas kursi lalu membuka sebuah aplikasi L*ne, menunggu aplikasi itu menyelesaikan sinkronisasi dengan chat sebelumnya memakan waktu yag cukup lama. Setelah selesai, aku melihat list chat tersebut, paling atas terdapat sebuah grub UKM ku, lalu grub kawan-kawan sma ku, lalu chat-chat lain dengan orang-orang kuliah yang memiliki keperluan denganku. Tapi terdapat satu chat yang selalu kubuka untuk pertama kalinya, sebuah jendela chat milik seseorang yang bernama Eileen, membuka jendela chat tersebut,
            Hari yg melelahkan Itulah kalimat pertama yang kuketik untuknya. Dia biasanya tidak langsung membalas, mengetahui hal tersebut aku mulai membuka jendela chat kelasku, dan kelompok kawan-kawanku, membaca chat-chat mereka sebelumnya.
            Hmm, apa aku sudah menyelesaikan tugas calculusku ? pikirku sambil melihat pembicaraan kawan sekelas ku tentang tugas calculus mereka yang begitu tidak masuk akal. Lalu beralih ke jendela chat lainnya Hmm… Wesly bertemu dengan hantu di kampusnya? Aku yakin dia bukan orang yang percaya dengan hal gituan , tertarik dengan pembicaraan mereka akupun mulai mengetik
            Wes, kau percaya sama hantu? Kirim diriku ke chat tersebut.
            Naa, tidak juga, mungkin harusnya aku mengatakan aku melihat sesuatu yang aneh, bukan hantu. Balasnya
            Well, kata mereka kampusmu memang berhantu wes. Kali ini bukan diriku yang membalas, melainkan albert.
            Kampus kita semua selalu dibilang gitu, tak pernah ada kampus tanpa cerita horror yg dibuat2 sama senior2 dulu. Balas wesly kepada albert, angka dua tersebut menunjukkan bahwa kata itu diulang sebanyak dua kali.
            Jadi, menurutmu apa yang lu lihat? Diriku kembali bertanya, lalu tiba-tiba aku mendapatka sebuah balasan darinya. Dengan cepat aku merubah jendela chatku membaca apa yang ia balas.
            Setiap hari juga melelahkan Itu lah yang ia balas.
            Yaa, tetapi hari ini begitu buruk, aku benar2 tak tahu apa yg dijelasin dosen daritadi Dengan cepat diriku membalas. Tidak lama kemudian dia kembali membalas.
            Ya, nasibmu. Sebentar, aku harus siap-siap untuk pergi ke kampus.
            Dasar anak malam.
            Iyalah, bisa kerja ngk kayak lu yang kerjaannya bermalas-malasan di kamarmu.
            Enak aja, jelas gua ada kerjaan ya
            Ap?!
            Tentu saja bermain d*ta
            Ah, gitu aja kerjaanmu
            Haha, tidak hanya d*ta kok, kadang c*g.
            Aku tidak tahu apa2 tentang itu, brb
            Oke. Percakapan singkat itu berakhir lagi. Meninggalkan sebuah senyuman kecil untukku.
            Diriku mulai kembali membuka jendela chat miliki grup, sudah terdapat lebih dari belasan balasan sejak balasan terakhirku, tapi aku mulai malas membacanya, jadi kuskip aja. Jendela chat grup tersebut mulai berhenti, dan sepertinya topik merekapun mulai menuju akhir. Lalu aku mendapatkan sebuah chat baru. Chat tersebut dari seorang kawan kuliah, Jack.
            Jim, calculus ko gimana? Tanya dia
            Nope, sentuh aja kagak Balasku
            Gila, ngak jelas nih calculus sumpah.
            Ya, internet
            Percuma, internetpun gak kuat.
            Ah, lu aja yang bodoh nyarinya, au ah, mau main d*ta lagi gua, Bay
            Hah… Kerjainlah calculus kau tuh
            Bodooooooo, itulah akhir dari chat kami.
            Setelah chat tersebutpun akhirnya aku memang mengingat jika dosen calculus kami memang memberikan tugas untuk kami, hanya satu soal. Ya, satu soal memang biasanya selalu membuat kami shock.
            Tidak peduli dengan tugas tersebut, diriku mulai membuka sebuah game yang biasanya kumaikan sendiri maupun bersama kawanku. Tetapi sejak kami mulai kuliah, kawan-kawan bermainku semakin sedikit karena mereka yang memiliki tugas yang menumpuk.

            Ah ya para pembaca, aku lupa mengenalkan diri. Nama ku Jimmy, anak semester satu dari jurusan Informasi Teknologi, tetapi universitasku juga memiliki program dimana aku bisa belajar mendalam lagi tentang matematika, maka dari itu ku ambil hal tersebut. Sejak masuk kuliah ini aku mulai sadar jika diriku mulai harus membuat sebuah hidup baru. Seperti kawan. Tetapi ada hal yang pasti. Bahwa cintaku terhadap seseorang tidak akan pernah berubah. Orang itu adalah Eileen, ya orang yang ku chat tadi. Kami adalah teman satu sekolah dasar, tetapi sejak SMP dia pindah ke kota lain yang membuatku susah untuk tetapi menghubunginya, tetapi untung saja terdapat perkembangan teknologi komunikasi yang membuat diriku dapat kembali berkomunikasi dengannya. Sudah hampir 6 tahun aku tak pernah bertemu dengannya secara langsung, tetapi hanya komunikasi sebatas chat dan telepon saja menurutku sudah cukup untuk membuatku tetapi jatuh hati kepadanya. Memang terdengar aneh, tetapi itulah diriku.

Next chapter : Kebiasaan. 

-CBR-


Komentar