Langsung ke konten utama

Jendela Kebohongan Chapter 3


Chapter 3 : Kesempatan

Sebuah bunyi yang begitu menyakitkan terdengar di telingaku, sembari diriku terbangun secara perlahan dari tidurku. Sebuah alarm berbunyi yang menandakan sudah jam delapan pagi.
            AAAAAAAAAAAAA….. Teriak diriku dalam hati, membenci setiap pagi dimana aku harus bangun pagi hanya untuk kuliah. Padahl sejak diriku SMA, aku selalu berharap saat aku kuliah. Setidaknya aku bisa bangun sedikit lebih lama. Tetapi, kampusku ternyata juga membenciku, menyuruhkan bangun pagi 5 kali dalam seminggu, bahkan di hari sabtu. Diriku dulu mencintai hari sabtu, tapi sekarang aku membencinya.
            Lima belas menit telah berlalu, dan diriku masih saja terbaring diatas kasur. Masih mempertanyakan diri, apa aku harus bangun untuk kelas. Aku begitu ngantuk , hampir setiap pagi aku selalu berpikir seperti itu, dan hasil akhirnya selalu sama. Aku bangun dengan alasan bahwa semua mata pelajaran pagiku adalah mata pelajaran yang sulit.
            Membuka handphoneku, tertulis bahwa sudah jam delapan lewat tujuh belas, dan sudah tanggal dua puluh, yang artinya besok aku mulai libur Hatiku dengan senang memikirkan hal tersebut, lalu dengan semangat membangunkan diri dari tempat tidur, masuk ke kamar mandi mulai membersihkan diri dan bersiap-siap untuk pergi ke kampus.
            Hanya perlu waktu sekitar lime menit untuk diriku bersiap, aku jarang mandi pagi dikarenakan suhu air, biasanya hanya membersihkan rambut dan menyikat gigiku, mungkin terdengar agar kotor. Tapi menurutku itu adalah hal yang biasa.
            Setelah yakin aku telah membawa semua barang yang kuperlukan untuk kuliah, aku mulai keluar kamar memakai sepatuku dan turun dari gedung kosku. Lalu mulai berjalan ke kampusku. Waktu yang biasa kuperlukan untuk berjalan kaki ke kampus tidaklah lama, yang memberikan diriku cukup waktu untuk pergi ke mini market terdekat, membeli sebuah roti sandwich dan susu coklat untuk sarapan pagiku.
            Setelah membayar dan meminta kasirnya untuk memanaskan rotiku, aku mulai membawanya, lalu lanjut berjalan ke arah kampusku yang tidak jauh dari mini market tersebut. Terdapat sebuah taman panjang yang terletak di tepi kampusku, aku selalu duduk di sekitar sana sendiri menikmati pagi dan sarapanku. Mengetahui bahwa aku mungkin tidak akan membuat sahabat baru lagi saat aku kuliah. Mungkin aku akan seperti ini hingga aku tamat.
            Mendapatkan kawan biasa tidaklah sulit ketika diriku kuliah, tetapi mendapatkan kawan seperti yang kita dapatkan ketika sma, adalah salah satu hal tersulit dalam hidupku. Tak pernah kurasakan bahwa sepertinya diriku sudah mencapai batas maksimun jumlah teman di dunia nyata. Berkembangnya teknologi komnikasi, membuatku mustahil untuk tidak berkomunikasi dengan kawan-kawan smaku, mebuatku merasa bahwa aku sudah memiliki teman yang cukup.
            Setelah menyelesaikan sarapan pagiku, aku mulai membuang sampah-sampah sarapanku, lalu mulai masuk ke gedung kampus. Naik kelantai dimana kelasku berada. Biasanya aku adalah salah satu orang yang paing pagi datang, jadi setiap kali aku masuk ke dalam kelas, biasanya tidak banyak orang yang terlihat.
            Ketika diriku sudah menemukan kelasku, aku mulai masuk kedalam ruangan tersebut, sebuah hawa yang begitu dingin langsung terasa tepat saat aku menginjakkan langkah pertamaku ke dalam kelas tersebut. Lalu aku mlai melihat sekitar Merlin, Hans, dan Lou. Itu adalah nama-nama dari orang yang sudah terlihat di dalam kelas pagi ini.
            “Pagi Jim” Sapa Hans kepadaku.
            “Yo..” Balasku. Langsung duduk ke bangku paling depan.
            Tidak banyak hal yang terjadi biasanya di dalam kelas, diriku biasanya hanya datang mendengarkan, bertanya jika memang di perlukan. Aku bukanlah salah satu murid teladan, tapi aku yakin aku adalah salah satu murid yang dapat menjalankan kuliaku dengan lancar.
            Empat jam berlalu, dan kelasku berakhir dengan perasaan yang begitu melelahkan. Apa yang kupelajari selama empa jam tersebut, diriku yakin hanya sekitar empat puluh persen lah yang masuk kedalam kepalaku, yang membuatku terpaksa harus belajar lebih keras untuk ujian nantinya.
            Bersiap-siap untuk meninggalkan kelas, salah satu kawan kelasku datang menyapaku.
            “Makan Jim?” Orang tersebut adalah Jack, mungkin adalah satu-satunya orang yang bisa benar-benar kuanggap sebagai seseorang yang dekat denganku.
            “Sebentar.” Kataku sambil memasukkan semua catataku kedalam tas, lalu setelah selesai barulah membalas diriku “Hmm… Makan apa?” Tanyaku
            “Aku mendegar sebuah tempat makan baru di sekitar kosku, tertarik?”
            “Mahal?”
            “Harusnya tidak”
            “Baiklah” Akhirnya kami berdua meninggalkan kelas bersama, lalu turun dan keluar dari kampus tersebut.
            Tiga menit sudah lewat sejak kami berjalan menuju tempat makan yang dibicarakan si Jack.
            “Jadi bagaimana rencanamu dengannya?”Tanya Jack kepadaku. Jack tahu siapa Eileen, dia satu-satunya orang yang kukenal di kampus ini yang kubicarakan hal ini.
            “Aku akan keluar kota.” Balasku.
            “Pulang rumah?”
            “Tidak, ke kotanya”
            “Bagaimana dengan orang tuamu?”
            “Well, mereka tahu, tapi tidak dengan tujuanku, aku hanya memberi tahukan bahwa diriku akan mengunjungi kawanku”
            “Bukankah dia kawanmu?”
            “Dia lebih dari kawanku Jack.”
            “Oh.. baik baik”
            Setelah pembicaraan itu berakhir, Jack mulai menyuruku belok kearah gang kecil. Lalu kami berjalan lurus lagi selama beberapa lama.
            “Ini dia.” Kata Jack,sambil menunjuk kearah sebuah gedung yang terlihat masih baru. Ternayta itu adalah sebuah restoran kecil dengan Chick Hunter.
            Nama yang unik pikirku sambil masuk kedalam restoran tersebut bersama Jack.
            Kami duduk di sudut restoran tersebut, terlihat ramai, mengetahui bahwa ini adalah hari pertama ia buka.
            Salah satu pelayannya datang memberikan menu kepada kami.
            “Selamat datang, karena ini adalah hari perdana kami, semua menu diskon sepuluh persen” Katanya sambil tersenyum kepada kami.
            “Baiklah…”Balas Jack, lalu mengambil sebuah menu. Diriku juga mengambil sebuah menu lalu mulai mebacanya secara perlahan.
            Terlihat begitu… biasa pikirku,
            “Aku pesan nasi goreng ayam” Kataku
            “Sedangkan aku, paket A” Kata Jack kepadanya.
            “Minumnya?”Tanya pelayan tersebut.
            “Lemon teanya satu” Sebutku.
            “Aku tidak.” Jack membalas.
            “Baiklah, saya ulangi pesanannya, nasi goren ayam satu, paket A nya satu, dan minumannya adalah lemon tea, ada masalah?”
            “Tidak terima kasih.” Balasku
            “Baiklah, silahkan tunggu pesanan anda” Pamit dia, lalu meninggalkan kami.
            “Jadi bagaimana” Jack tiba-tiba bertanya kepadaku.
            Aku berpikir untuk beberapa saat, menyusun kalimat yang tepat untuk mejawab pertanyaan tersebut. “Aku tidak tahu sebenarnya, aku harus menabung, dan perkiraanku untuk pergi kekotanya saja aku butuh sekitar dua juta.”
            “Ya, kotanya tidak dekat, kau tidak bisa memakai kereta ataupun kapal”
            “Jika aku kembali ke kota tempat tinggalku, aku bisa ke kotanya dengan menggunakan bus, tetapi orang tuaku pasti tidak pernah mengijinkan diriku menggunakan kendaraan seperti itu.”
            “Susah ya?”
            “Benar” Diriku sempat tertekan membicarakan hal seperti ini, aku selalu ingin bisa bertemu dengan Eileen secara langsung, tapi tak pernah ada satupun kesempatan yang kuterima agar keinginanku dapat tercapai.
            Jack tidak banyak bertanya sejak itu. Kami hanya menunggu makanan kami datang, setelah datang, kami juga tidak banyak bicara, hanya membahas hal-hal kampus yang tidak begitu penting. Setelah selesai menikmati makanan kami, kami membayar masing-masing.
            “Pergi dulu Jim” Jack yang hanya tinggal dekat dengan restoran tersebut, mengambil jalan yang berlawan arah dengan jalan ke tempat diriku tinggal.
            “Yap, bye” Balasku
            “Bye”
            Membutuhkan sekitar sepuluh menit diriku berjalan kaki untuk bisa sampai ke kosku yang sekarang. Dalam perjalan tersebut diriku sempat berpikir, bagaimana cara menabung yang paling cepat, lalu aku mendapatkan sebuah ide, ide yang menurutku cukup efektif, tapi mugkin akan membuatku sedikit tersiksa nantinya.
            Sampai kekamarku, seperti biasa melmpar tas keatas kasur, langsung membuka laptop dan mengisi baterai handphoneku, dengan cepat mengambil baju kaos, dengan celana pendek, dan tidak lupa celana dalam, diriku langsung masuk kedalam kamar mandi, lalu membersihkan diri.
            Setelah selesai mandi, aku melihat laptopku, sambil berdikir langsung membuka aplikasi L*ne, duduk di kursi lalu menunggunya menyelesaikan sinkronisasinya seperti biasa. Setelah selesai, aku ingin langsung membuka jendela milik Eileen, tetapi tiba-tiba aku berhenti, lalu langsung membuka jendela milik Wesly.
            Wes panggilku, tidak lama setelah itu dia langsung membalas
            Ap singkat balasnya
            I need your help
            Ada apa ini… tiba tiba kali
            Kau tahukan masalahku dengan menabung
            Ya..?
            Mulai bulan depan, aku akan mengirimkan dirimu sejumlah uang, dan tolong jaga uang tersebut. Uang tersebut tidak boleh kutarik hingga mencapai lima juta. Jika sebelum itu aku sudah meminta, jangan pernah berikan kepadaku.
            Woah woah, ini terlalu, sensitif. Kau yakin?
            Tidak, tapi kalau aku terus menunda, kesempatanku ke ke kotanya akan semakin sempit.
            Umm… oke, tapi untuk jaga-jaga, setiap kali kau melakukan transfer, simpan buktinya, dan foto juga.
            Oke
            Dengan begitu saja, diriku memulai sebuah kebiasaan. Kebiasaan yang diriku tidak akan pernah tahu akan bagaimana nantinya.    

Next Chapter : Sebuah koin

-CBR-  

Komentar