Langsung ke konten utama

Nasi Kari 1 Maret 2019


Biasanya saat kita masih kecil, kita selalu bercita-cita akan hal yang umum, seperti dokter, polisi, pilot dan lainnya. Tidak berbeda dengan gua yang dulunya bercita-cita untuk menjadi TNI, karena salah satu sepupuku telah mengenalkan pada gua apa itu senjata api. Dia mulai mengajak gua untuk bemain game tembak-tembakan yang sangat popular saat gua masih SD, ya, saat gua SD. Cita-cita itu gua pegang hingga memasuki masa SMP, dimana saat ini kita mulai berpikir lebih luas, gua ngak punya cita-cita yang pasti saat itu, tetapi gua sangat ingin berada di dunia teknologi, SMA-pun datang, dan sekarang cita-cita gua pun ganti. Gua ingin menjadi seseorang yang bekerja di bidang agrikultur, terutama di bidang kopi dan teh, tentu saja di tolak. Akhirnya sekarang cita-cita gua adalah, membuka sebuah café, bersama sahabat-sahabatkut.

Vina, aslinya memiliki nama yang terdengar seperti nama seorang lelaki, jadi saat Tio membicarakan tentang dirinya gua selalu anggap Vina itu seorang lelaki. Hingga saat kelas 8, untuk pertama kalinya gua bertemu dengannya. Ternyata dia adalah seorang perempuan yang cukup pendek diantara orang-orang kami, dengan tampang yang menarik. Seorang perempuan yang ternyata suka anime (dulu), pandai menggambar, dan seseorang yang senang bermain game. Terdengar seperti perempuan impian untuk seseorang yang menyukai anime atau gamers bukan? Ya, bisa saja, tetapi mencoba untuk mendapatkan Vina sekarang mungkin merupakan hal yang mustahil sekarang.

Tubuhnya yang kecil membuat orang-orang di sekitarnya memanggilnya chibi yang artinya kecil, dan hingga sekarang panggilan itu masih terngiang di kepalaku, karena hal itu ketika gua ngak sengaja memanggil chibi dengan nama aslinya, gua merasa aneh. Apa gua pernah mencoba untuk mendapatkan Vina? Tentu saja. Tapi tak perlu waktu banyak untuk mengetahui bahwa itu hal yang mustahil. Tidak begitu banyak hal yang dapat kubicarakan tentang Vina tentang kami berdua. Gua memang sering memberikan saran dan pendapat tentang karya yang selalu ia buat. Dia juga merupakan seorang desainer untuk buku tahunan kami, dan kami puas dengan hasilnya. Sekarang dia berada di universitas yang hanya terpisah 1 kota dari universitasku. Mengambil jurusan DKV, dia memulai sebuah kehidupan penuh tugas, dan hari-hari tanpa tidur. Sedangkan gua biasanya ditanya untuk memberikan pendapat atau saran untuk tugas-tugasnya.
Tio berada di ujung Jawa, aku berada di ujung jawa satunya lagi, dan Vina bahkan lebih jauh dari kami berdua. Bagaimana bisa gua mengatakan kalau Vina membuat hubungan pertemanan kami tetap utuh? Karena Vina adalah pacar Tio. Cerita bagaimana mereka dapat berakhir menjadi seorang pasangan adalah cerita bak drama korea atau manga shoujo jepang. Cukup unik, gua bukanlah jembatan hubungan mereka, tapi gua di sana melihat drama itu berlangsung. Tentu saja itu cerita untuk hari-hari selanjutnya, karena sekarang gua hanya ingin mengenalkan mereka.
Menuju kedewasaan membuat Vina sadar akan dirinya tidak cocok lagi di dunia anime, membuatnya beralih ke dunia yang lebih umum di kalangan para perempuan, K-pop, tetapi yang gua tahu bahwa Vina hanya mendengar lagu-lagu k-pop, dia tidak nonton drama ataupun hal lain. Hanya lagu, dan tidak hanya boyband, melainkan girlband juga. Sedangkan diriku dan Tio, meski kami semakin menggila dengan anime saat SMP, tetapi menuju akhir SMA pun sedikit demi sedikit ketertarikan kami seperti yang dulunya mulai memudar, diriku mulai lebih sering bermain game daripada menonton anime, gua dan Tio pun mulai jarang membicarakan anime. Gua ngak bisa bilang kalau ketertarikan kami hilang, itu mungkin sudah tidak mungkin, tetapi segala hal bisa saja kehilangan cahayanya, tetapi akan ada waktu lagi dimana cahaya itu akan kembali bersinar terang.


Mike dan Hari adalah sepupuku, mereka 2 dan 1 tahun lebih tua dari gua, tapi gua ngak pernah merasa lebih muda dari mereka, kami setara, dan gua ngak mau tahu apa yang mereka pikirkan. Tentu saja gua sudah kenal Mike sejak kecil, bahkan kedekatan kami sudah seperti seorang saudara kandung, gua mengenal Hari saat dirinya masih SMP, terlihat begitu culun dengan kacamata tebalnya dan pergi ke warnet hanya untuk main nDS. Tetapi, kami bertiga berakhir menjadi trio yang aneh. Kami selalu mengimajinasikan sesuatu, seperti saat kami bosan, bisa saja tiba-tiba kami membuat sebuah drama pendek atau sejenisnya, ntahlah, hal-hal gila.
Kedua orang inilah alasan gua kenapa gua bisa nyasar ke universitas ini dan meninggalkan Tio (untuk sesaat gua mulai merasa kesal dengan mereka dua), tetapi dengan mereka sebagai orang yang sudah pernah merasakan bagaimana kuliah disini lebih meyakinkan orangtuaku untuk belajar disini, berbeda dengan tempat Tio dimana bahkan gua bahkan tidak punya keluarga yang tinggal disekitar sana.
Kami selalu melakukan hal-hal konyol dan tidak berguna, gua ngak bisa ingat apa yang selalu kami lakukan karena itu biasanya hanya berlangsung sesaat dan kami selalu tertawa geli setelah hal itu berlangsung, sangat menyenangkan tetapi juga terdengar gila di masyarakat.

Lalu gua punya teman lain, Tompel, seseorang yang selalu kami buli karena kepribadiannya (dia ini brengsek, jadi percayalah, apa yang kami lakukan itu memang bukan karena dia keterbelakangan atau apapun), Rivael, seseorang yang selalu membanggakan dirinya sebagai seorang jomblo elit. Alvin, salah satu teman gua yang normal, menyukai hal-hal berbau otomotif dan teknologi komputer. Rivan, teman normal gua yang lain, dia adalah orang yang bisa disebut sebagai atlit sekolah, sangat atletis, dan gua ngak ingat lagi sekarang. Mungkin yang lainnya akan disebutkan seiring semakin panjangnya cerita ini.

Setiap kali gua membaca internet, banyak sekali topik kasus pembulian saat di SMA atau SMP, tidak hanya di indonesia, tetapi juga di luar negeri, terutama di negara maju juga sering terjadi kasus pembulian. Itu membuatku berpikir dua kali untuk mencari seorang kawan. Sejak diriku masuk sekolah, gua yakin gua ngak pernah dibuli, tetapi gua merasa bahwa diriku pernah membuli seseorang, bahkan gua sangat ingat kalau gua itu dulu cukup kecil saat SD. Masa sekolahku sisanya adalah masa sekolah bebas buli, di mana gua tidak pernah mendengar insiden buli, ya, paling cuman buli kayak menghina sesama atau menghina hobi, tetapi itu adalah hal yang wajar.

Hal ini membuat diri gua sebagai seorang pelajar dan mahasiswa tidak pernah merasakan apa itu dibuli. Beberapa kawan gua mengatakan hal itu merupakan hal yang harusnya disyukuri, karena dia sendiri pernah dibuli dan rasanya sangat menyakitkan. Gua gak bisa menyangkalnya, tetapi itu membuat gua berpikir hal baru. Seseorang belajar untuk menjadi kuat biasanya karena mereka pernah merasakan hal tersebut. Diriku tidak pernah dibuli, apakah gua akan kebal saat hal itu terjadi nantinya di masa depan? Saat gua masih kuliah atau di tempat kerja. Siapa tahu.

Komentar